Finansial: Perempuan dan Posisinya sebagai Menteri Keuangan dalam Peradaban

Literasi finansial memainkan peran penting dalam mempersiapkan perempuan untuk menjadi ‘menteri’ dalam keluarga maupun masyarakat. Ketika perempuan memiliki pemahaman yang baik tentang keuangan, mereka berkemungkinan besar dapat mengambil keputusan yang bijak dan berkelanjutan, berkontribusi pada pembangunan ekonomi yang stabil, serta memberikan ketahanan keuangan baik itu bagi keluarganya maupun bagi masyarakat -jika ia turut berkecimpung dalam suatu tatanan sosial lainnya. Pembangunan ekonomi yang baik akan berpengaruh baik pula terhadap perkembangan peradaban. Dengan kata lain, perempuan berperan penting dalam posisinya sebagai ‘menteri’ di suatu peradaban.

Rasulullah SAW bersabda, “Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, dan istri adalah pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin atas harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya. Ketahuilah, setiap kalian akan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya” (HR. Bukhari: 4789).

Hadis tersebut menegaskan bahwa perempuan memiliki peran sebagai pemimpin dalam rumah tangga suaminya, maka seorang istri atau seorang ibu memiliki tanggung jawab dalam mengelola hal-hal yang mencakup pendidikan, kesehatan dan ekonomi anggota keluarga dalam rumah tangganya untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.

Dari hadis tersebut juga terlihat bahwa Islam memberikan posisi pada perempuan dalam pengelolaan dan menegaskan betapa pentingnya kerja sama mengenai segala urusan dalam keluarga termasuk aspek finansial. Hal ini mencerminkan nilai kesetaraan gender dalam Islam dan pentingnya keterlibatan perempuan dalam pengelolaan dan distribusi kekayaan dengan bijak sesuai dengan nilai-nilai agama.

Memperhatikan aspek-aspek finansial dan ekonomi bukan berarti perempuan didorong menjadi seorang ‘materialistis’ namun lebih daripada itu, pada realitanya tidak dapat dipungkiri bahwa ekonomi dan keuangan menjadi aspek pembangun kehidupan bermasyarakat untuk hidup di dunia dan bahkan juga untuk tabungan di akhirat nanti. Bahkan sejak zaman para nabi dan rasul Allah melanglang buana, tak lepas dari kegiatan berunsur ekonomi, seperti transaksi menggunakan sistem barang tukar barang (barter), perdagangan dengan emas dan perak, zakat-infak-sedekah, dan sebagainya. Seiring dengan berjalannya waktu pun, aspek ekonomi dan finansial berkembang sedemikian rupa hingga seperti kondisi hari ini.

Tentu seorang perempuan dengan tanggung jawabnya mengelola harta yang diperoleh untuk kesejahteraan keluarga perlu didukung dengan penguatan literasi keuangan. Sebab, melihat beberapa kasus yang belakangan menjadi perbincangan hangat atas aspek finansial, yaitu mengenai ‘pinjol’ atau pinjaman online, investasi bodong, money scam dan penipuan finansial lainnya, rentan sekali perempuan dirugikan dan menjadi korban.

Miris mengetahui bahwa perempuan menjadi sebagian besar pengguna pinjaman online dengan jumlah 8,88 juta rekening aktif dengan total pinjaman Rp. 25,05 Triliun sementara laki-laki berjumlah 8,43 juta rekening aktif dengan total pinjaman Rp. 19,71 Triliun (Metro News, 2023). Pinjaman online atau pinjol ini menjadi produk keuangan yang banyak digunakan sebab kemudahan akses dan cepatnya pencairan, sehingga bagi seseorang dalam situasi mendesak dan membutuhkan dana cepat, pilihan inilah yang paling menggiurkan. 3 kalangan yang paling banyak terjerat utang pinjaman online atau pinjol ilegal, yaitu guru, ibu rumah tangga dan pelajar. Perempuan banyak terjerat pinjol karena dianggap paling bertanggung jawab dalam urusan domestik dan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Sementara itu, mengenai investasi bodong, mengutip dari kompas.com bahwa berdasarkan catatan, dari 11,7 juta investor masyarakat Indonesia saat ini hanya 37,5% adalah perempuan, namun korban terbesar penipuan investasi bodong adalah juga perempuan. Data-data ini menunjukkan bahwa dalam aspek finansial, perempuan memerlukan peningkatan kapabilitas (financial capability) dengan dilandasi penguatan literasi (financial literacy) sehingga ia mampu mengendalikan kebiasaan atau perilaku (financial behaviour) untuk melindungi dirinya beserta keluarga dari kejahatan finansial yang tidak diinginkan.

Literasi Finansial

Literasi finansial adalah pendukung mendasar bagi setiap orang untuk terhindar dari masalah keuangan. Literasi finansial diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mendapatkan, memahami dan mengevaluasi informasi yang relevan untuk pengambilan keputusan dengan memahami konsekuensi finansial yang mungkin ditimbulkan (Yushita, 2017). Sederhananya, seseorang yang mempunyai literasi finansial memadai akan mampu membuat keputusan cermat tentang bagaimana ia memperoleh, menyimpan dan menggunakan uangnya.

Sebab, kesulitan keuangan bukan hanya tentang pendapatan semata (rendahnya pendapatan), namun kesulitan keuangan juga bisa muncul jika terjadi kesalahan dalam pengelolaan keuangan (miss-management) seperti ketidaktepatan pemilihan metode pembayaran, kurangnya informasi mengenai produk keuangan, tidak adanya perencanaan keuangan yang baik, dan sebagainya. Literasi keuangan mendapatkan perhatian di banyak negara maju, hal ini menyadarkan betapa pentingnya tingkat ‘melek’ keuangan. Di beberapa negara, literasi keuangan bahkan sudah menjadi program nasional.

Negara seperti Denmark, Swedia dan Kanada tingkat literasi finansial penduduknya sudah mencapai sekitar 70%. Sedangkan di Indonesia sendiri, tingkat literasi keuangan per 2022 mencapai angka hampir 50%. Yang perlu diketahui adalah bahwa tingkatan dari literasi keuangan yang tercakup dalam angka tersebut memiliki tingkatan yang menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terbagi menjadi empat, yaitu: well literate, sufficient literate, less literate, dan not literate.

Well literate berarti orang tersebut mempunyai keterampilan dalam memilih dan menggunakan produk/jasa keuangan dengan baik untuk mencapai kestabilan ekonomi.
Sufficient literate berarti orang tersebut mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai produk/jasa keuangan serta memahami betul manfaat dan resiko yang ada.
Less literate berarti orang tersebut sedikit mengetahui, atau hanya mengetahui tentang lembaga keuangan dan produknya saja.
Not literate berarti bahwa orang tersebut tidak mengetahui sama sekali mengenai lembaga keuangan atau tidak mengetahui bagaimana lembaga tersebut berjalan, produk serta jasa keuangan yang ada.

Dari tingkat literasi keuangan di Indonesia yang sebesar 50% itu, cakupannya adalah ketiga level literasi teratas, sisanya adalah bagian dari not literate. Kemudian mengacu pada berbagai kasus atau korban yang dirugikan atas kejahatan keuangan, mereka merupakan perpaduan dari empat tingkatan, mayoritas berasal dari golongan not literate tetapi bukan berarti yang dari golongan well literate tidak ada korban sama sekali! Ini berarti bahwa bahkan orang yang teredukasi dengan baik dalam literasi keuangan pun tak lepas dari risiko terkena kejahatan keuangan. Lantas apakah hal ini menjadikan upaya meningkatkan literasi keuangan tidak perlu dilanjutkan? Tentu sebaliknya, sangat sangat perlu! Yang well literate saja masih bisa terkena kejahatan keuangan, apalagi yang tidak?!
Secara keseluruhan, sangatlah penting bagi perempuan -maupun laki-laki- untuk meningkatkan literasi keuangan mereka, namun dalam konteks kali ini, perempuan bisa berperan sebagai ‘menteri keuangan’ sebab ia merupakan agen perubahan dalam memajukan pengetahuan keuangan dalam keluarga maupun masyarakat, bahkan dalam tingkat negara, menteri keuangan di Indonesia saat ini pun merupakan perempuan bukan? Yakni Ibu Sri Mulyani Indrawati.

Banyak peran yang bisa dilakukan oleh perempuan dalam mendukung literasi keuangan seperti pendidik keluarga, mereka bisa membantu meningkatkan literasi keuangan di rumah dengan mempraktikkan prinsip-prinsip keuangan yang baik bersama anggota keluarga lainnya; kewirausahaan, perempuan bisa belajar tentang manajemen keuangan bisnis, investasi, dan pengelolaan risiko untuk mengembangkan bisnis; perlindungan keuangan, literasi keuangan bisa membantu perempuan dalam melindungi diri dari penipuan dan eksploitasi keuangan, mereka bisa memahami hak dan kewajiban mereka dalam transaksi keuangan yang dilakukan; peran sosial dan pendidikan, perempuan sering kali memiliki peran sosial yang kuat dalam masyarakat, mereka bisa menggunakan peran ini untuk mendukung edukasi keuangan dalam komunitas mereka dan mengadvokasi pentingnya literasi keuangan, serta mereka bisa menjadi mentor dan sumber inspirasi bagi perempuan lain yang ingin meningkatkan literasi keuangannya.

Penting untuk menghapus hambatan sosial dan budaya -seperti stereotipe gender, diskriminasi, dan sebagainya- yang mungkin menghambat perempuan dalam mengakses dan berpartisipasi dalam keputusan keuangan. Sebab, jika perempuan yang merupakan ‘ibu peradaban’ mendapatkan pendidikan baik dalam literasi keuangan, akan lahir pula dampak positif yang signifikan pada berbagai aspek kehidupan, termasuk agama, keluarga, nusa, dan bangsa. Seperti terlindunginya stabilitas keuangan keluarga, mampu memberikan pendidikan yang lebih baik untuk anak-anaknya, menghindari jebakan kemiskinan dan memperbaiki taraf hidupnya dan keluarga serta juga memberikan dampak positif pada generasi berikutnya, sebab anak-anak yang tumbuh dalam keluarga dengan pengetahuan keuangan yang baik berkemungkinan besar akan mewarisi kebiasaan yang serupa pula.

Dengan demikian, literasi keuangan bagi perempuan dapat memberikan kontribusi yang positif, baik untuk keluarga, masyarakat, dan peradaban secara berkesinambungan.

Be Wise
Be Literate
Even as a housewife, it is never wrong to be financially literate

Tinggalkan komentar

Blog di WordPress.com.

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Ayo mulai